MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Pengantar Pendidikan
Yang
dibina oleh Ibu Dra. Djum Djum Noor Benty, M.Pd
Oleh
Aa
Coreta (170131601105)
Balqis
Fitria Rahma (170131601056)
Firman
Budi S. (170131601044)
Nella
Yanuar Rizky (170131601097)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
November, 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karakter merupakan satu hal penting yang
harus dimiliki oleh semua orang. Karena hal itu, istilah karakter sering
dihubungkan dan dipertukarkan dengan istilah etika akhlak dan atau nilai yang
berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif bukan netral. Dalam hal
bermasyarakat, karakter wajib ditumbuhkan dan dikembangkan oleh masing masing
individu. Karakter seolah-olah menjadi awal terbentuknya kesan terhadap
seseorang apakah dia baik atau tidak. Oleh karena itu karakter harus dibina
sejak masa anak-anak.
Sekarang ini sering kita jumpai
masalah-masalah yang timbul di lingkup pendidikan adalah tentang karakter siswa
yang jauh dari kata baik. Anak-anak sudah mulai bertingkah yang tidak
sewajarnya. Seperti dalam aspek kejujuran, keagamaan, tanggung jawab,
toleransi, dan banyak hal lain yang sudah tidak dipedulikan lagi. Mereka akan
lebih bangga jika membudayakan kebiasaan buruk daripada kebiasaan baik. Inilah
yang menyebabkan semakin bertambah banyaknya perilaku-peilaku menyimpang yang
dilakukan siswa-siswi dari sekolah dasar hingga menengah atas. Itulah yang
menyebabkan pendidikan karakter menjadi hal pokok dalam pengembangan karakter
di setiap instansi pendidikan.
Pemerintah dan rakyat dewasa ini tengah
gencar gencarnya mengimplementasikan pendidikan karakter di Institusi
pendidikan. Mereka berharap masalah-masalah karakter siswa dapat teratasi
dengan baik. Namun ada anggapan bahwa pelaksanaan pendidikan karakter memang
belum optimal. Itu karena pendidikan karakter di sebagian besar sekolah baru
sebatas wacana sehingga belum mampu diaplikasikan. Meskipun begitu pemerintah
dan masyarakat tetap berusaha agar pendidikan karakter diimplementasikan dengan
lebih serius agar terciptanya karakter siswa yang baik.
Oleh karena itu dengan menambah
pengetahuan tentang pendidikan karakter yang baik akan memudahkan terciptanya
implementasi yang merata pada setiap instansi pendidikan. Sehingga
karakter-karakter siswa yang mulai menyimpang dapat dibina mulai sekarang dan
tidak ada lagi perilaku-perilaku yang membudayakan karakter buruk lagi.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan penumbuhan pendidikan karakter?
2.
Apa
saja karakter-karakter yang harus dikembangkan kepada peserta didik?
3.
Bagaimana
tahapan pendidikan karakter?
4.
Bagaimana
implementasi-implementasi tentang pendidikan karakter?
C.
Tujuan
pembahasan
1.
Memahami
pengertian penumbuhan pendidikan karakter.
2.
Mengetahui
dan memahami karakter-karakter yang harus dikembangkan kepada peserta didik.
3.
Mengetahui
tahapan-tahapan pendidikan karakter.
4.
Memahami
dan dapat menerapkan implementasi-implementasi tentang pendidikan karakter.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Penumbuhan Pendidikan Karakter
Hasil
penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Kemendiknas, 2010:5)
menunjukkan bahwa kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh
pengetahuan dan kemampuan teknis (hard
skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan,
kesuksesan ditentukan hanya sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil
dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft
skill daripada hard skill. Soft skill merupakan bagian keterampilan
dari seseorang yang lebih bersifat ada kehalusan atau sensitivitas perasaan
seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya. Mengingat soft skill lebih mengarah kepada keterampilan psikologis maka
dampak yang diakibatkan lebih tidak kasat mata namun tetap bisa dirasakan.
Akibat yang bisa dirasakan adalah perilaku sopan, disiplin, keteguhan hati,
kemampuan kerja sama, membantu orang lain, dan lainnya. Soft skill sangat berkaitan dengan karakter seseorang.
Menyadari
pentingnya karakter, dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas
dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal.
Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yaitu
meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan
berbagai kasus moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut
telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan oleh karena itu, lembaga
pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan dalam pembentukan kepribadian
peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Agar
peserta didik memiliki karakter mulia sesuai norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya, dan adat istiadat, maka perlu dilakukan pendidikan karakter secara
memadai. Pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang
mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak
peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru
berbicara atau
menyampaikan
materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya
(Kemendiknas, 2010:13).
Menurut
Thomas Lickona adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui
pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang,
yaitu tingkah laku yang baik, jujur bertanggung jawab, menghormati hak orang
lain, kerja keras, dan sebagainya.
Menurut
Elkin dan Sweet (2004) pendidikan karakter adalah upaya yang disengaja untuk membantu
memahami manusia, peduli dan inti atas nilai-nilai etis/susila. Jadi, pendidikan
karakter adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk kepribadian seseorang
pada tingkah laku atas nilai-nilai susila.
B.
Karakter-karakter
yang harus dikembangkan kepada peseta didik
Satuan
pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan melaksanakan nilai–nilai
pembentuk karakter melalui program operasional satuan pendidikan masing–masing.
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter pada satuan
pendidikan telah teridentifikasikan 18 nilai yang bersumber dari agama,
pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Berikut ini daftar 18 nilai
yang dimaksud beserta deskripsi ringkasanya (Kemendiknas,
2011 : 8).
1. Religius. Pikiran, perkataan, dan
tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai – nilai ketuhanan dan ajaran agamanya.
2. Jujur. Perilaku yang didasarkan pada
upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain.
3. Tanggung jawab. Sikap dan perilaku
seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya
dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan
budaya) , Negara dan tuhan YME.
4. Disiplin. Tindakan yang menunjukan
perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja keras. Perilaku yang menunjukan
upaya sungguh–sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan
tugas (belajar pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.
6. Berpikir logis, kritis, kreatif dan
inovatif. Berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dan termuktakhir dari apa yang telah
dimiliki.
7. Mandiri. Sikap dan perilaku yang tidak
mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas.
8. Rasa ingin tahu. Sikap dan tindakan yang
selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang
dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
9. Cinta ilmu. Cara berpikir, bersikap, dan
berbuat yang menunjukan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan, yang tinggi
terhadap pengetahuan.
10. Toleransi. Sikap tahu dan mengerti serta
melakasanakan apa yang menjadi hak diri sendiri dan orang lain.
11. Menghargai prestasi. Sikap dan tindakan
yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,
mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain.
12. Bersahabat. Sifat yang halus dan baik
dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilaku ke semua orang.
13. Demokratis. Cara berfikir, bersikap dan
bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
14. Semangat kebangsaan. Berpikir dan
bertindak yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan
diri dan kelompoknya.
15. Cinta tanah air. Cara berfikir,
bersikap, dan berbuat yang menunjukan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan
yang tinggi terhadap bangsanya.
16. Menghargai keberagaman. Suka memberikan
respekhormat terhadap berbagai macam hal baik berbentuk fisik, sifat, adat,
budaya, suku, dan agama.
17. Peduli lingkungan. Sikap dan tindakan
yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
18. Peduli sosial. Sikap selalu ingin memberi
bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
Berdasarkan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti, kegiatan gerakan penumbuhan budi pekerti
di sekolah dapat melalui pembiasaan-pembiasaan:
1.
Menumbuhkembangkan
Nilai-nilai Moral dan Spiritual
Mewujudkan
nilai-nilai moral dalam perilaku sehari-hari. Nilai moral diajarkan pada siswa,
lalu guru dan siswa mempraktekkannya secara rutin hingga menjadi kebiasaan dan
akhirnya bisa membudaya.
Kegiatan yang
wajib dilakukan adalah guru dan peserta didik berdoa bersama sesuai dengan
keyakinan masing-masing, sebelum dan sesudah hari pembelajaran, dipimpin oleh
seorang peserta didik secara bergantian di bawah bimbingan guru.
Contoh pembiasaan umum yang baik
diterapkan di sekolah adalah membiasakan untuk menunaikan ibadah bersama sesuai
agama dan kepercayaannya baik dilakukan di sekolah maupun bersama masyarakat.
Sedangkan contoh pembiasaan periodikyang baik diterapkan di sekolah adalah membiasakan
perayaan Hari Besar Keagamaan dengan kegiatan yang sederhana dan hikmat.
2.
Menumbuhkembangkan
Nilai-nilai Kebangsaan dan Kebhinnekaan
Menumbuhkan rasa cinta tanah air dan
menerima keberagaman sebagai anugerah untuk bangsa Indonesia. Anugerah yang harus
dirasakan dan disyukuri sehingga manfaatnya bisa terasa dalam kehidupan
sehari-hari.
Kegiatan yang wajib dilakukan adalah:
a. Melaksanakan upacara bendera setiap hari
Senin dengan mengenakan seragam atau pakaian yang sesuai dengan ketetapan
sekolah.
b. Melaksanakan upacara bendera pada pembukaan
MOPDB untuk jenjang SMP, SMA/SMK, dan sekolah pada jalur pendidikan khusus yang
setara SMP/SMA/SMK dengan peserta didik bertugas sebagai komandan dan petugas
upacara serta kepala sekolah/wakil bertindak sebagai inspektur upacara;
c. Sesudah berdoa setiap memulai hari
pembelajaran, guru dan peserta didik menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya
dan/atau satu lagu wajib nasional atau satu lagu terkini yang menggambarkan
semangat patriotisme dan cinta tanah air.
d. Sebelum berdoa saat mengakhiri hari
pembelajaran, guru dan peserta didik menyanyikan satu lagu daerah (lagu-lagu
daerah seluruh Nusantara).
Contoh-contoh pembiasaan umum yang dapat
dilakukan sekolah adalah mengenalkan beragam keunikan potensi daerah asal siswa
melalui berbagai media dan kegiatan. Sedangkan contoh pembiasaan periodic
adalah membiasakan perayaan Hari Besar Nasional dengan mengkaji atau
mengenalkan pemikiran dan semangat yang melandasinya melalui berbagai media dan
kegiatan.
3.
Mengembangkan
Interaksi Positif Antara Peserta Didik dengan Guru dan Orangtua
Pendidikan adalah tanggung jawab bersama
antara sekolah, peserta didik dan orangtua. Interaksi positif antara tiga pihak
tersebut dibutuhkan untuk membangun persepsi positif, saling pengertian dan
saling dukung demi terwujudnya pendidikan yang efektif.
Kegiatan yang wajib dilakukan
adalah sekolah mengadakan pertemuan
dengan orangtua siswa pada setiap tahun ajaran baru untuk mensosialisasikan:
(a) visi; (b) aturan; (c) materi; dan (d) rencana capaian belajar siswa agar orangtua
turut mendukung keempat poin tersebut.
Contoh pembiasaan umum yang baik
diterapkan di sekolah adalah (a) memberi salam, senyum dan sapaan kepada setiap
orang di komunitas sekolah; (b) guru dan tenaga kependidikan datang lebih awal
untuk menyambut kedatangan peserta didik sesuai dengan tata nilai yang berlaku.
Sedangkan contoh pembiasaan periodic yang baik diterapkan di sekolah adalah (a)
membiasakan peserta didik (dan keluarga) untuk berpamitan dengan orangtua/wali/penghuni
rumah saat pergi dan lapor saat pulang, sesuai kebiasaan/adat yang dibangun
masing-masing keluarga; (b) secara bersama peserta didik mengucapkan salam
hormat kepada guru sebelum pembelajaran dimulai, dipimpin oleh seorang peserta
didik secara bergantian.
4.
Mengembangkan
Interaksi Positif Antar Peserta Didik
Peserta
didik hadir di sekolah bukan hanya belajar akademik semata, tapi juga belajar bersosialisasi.
Interaksi positif antar peserta didik akan mewujudkan pembelajaran dari rekan (peer
learning) sekaligus membantu siswa untuk belajar bersosialisasi.
Kegiatan
yang wajib dilakukan adalah membiasakan pertemuan di lingkungan sekolah
dan/atau rumah untuk belajar kelompok yang diketahui oleh guru dan/atau
orangtua.
Contoh-contoh
pembiasaan umum yang baik diterapkan di sekolah adalah gerakan kepedulian
kepada sesama warga sekolah dengan menjenguk warga sekolah yang sedang
mengalami musibah, seperti sakit, kematian, dan lainnya. Sedangkan contoh
pembiasaan periodik adalah membiasakan siswa saling membantu bila ada siswa
yang sedang mengalami musibah atau kesusahan.
5.
Merawat
Diri dan Lingkungan Sekolah
Lingkungan
sekolah akan mempengaruhi warga sekolah baik dari aspek fisik, emosi, maupun kesehatannya.
Karena itu penting bagi warga sekolah untuk menjaga keamanan, kenyamanan,
ketertiban, kebersihan dan kesehatan lingkungan sekolah serta diri.
Kegiatan
yang wajib adalah melakukan kerja bakti membersihkan lingkungan sekolah dengan
membentuk kelompok lintas kelas dan berbagi tugas sesuai usia dan kemampuan
siswa.
Contoh-contoh
pembiasaan umum yang baik dilakukan di sekolah adalah: (a) membiasakan
penggunaan sumber daya sekolah (air, listrik, telepon, dsb) secara efisien
melalui berbagai kampanye kreatif dari dan oleh siswa; (b) menyelenggarakan
kantin yang memenuhi standar kesehatan; (c) membangun budaya peserta didik
untuk selalu menjaga kebersihan di bangkunya masing-masing sebagai bentuk
tanggung jawab individu maupun kebersihan kelas dan lingkungan sekolah sebagai
bentuk tanggung jawab bersama.
Sedangkan
contoh pembiasaan periodic yang dapat dilakukan di sekolah adalah (a) mengajarkan
simulasi antri melalui baris sebelum masuk kelas, dan pada saat bergantian
memakai fasilitas sekolah; (b) peserta didik melaksanakan piket kebersihan secara
beregu dan bergantian regu; (c) menjaga dan merawat tanaman di lingkungan
sekolah, bergilir antar kelas; dan (d) melaksanakan kegiatan bank sampah
bekerja sama dengan dinas kebersihan setempat.
6.
Mengembangkan
Potensi Diri Peserta Didik Secara Utuh
Setiap
siswa mempunyai potensi yang beragam. Sekolah hendaknya memfasilitasi secara optimal
agar siswa bias menemukenali dan mengembangkan potensinya.
Kegiatan
wajib yang harus dilakukan adalah menggunakan 15 menit sebelum hari
pembelajaran untuk membaca buku selain buku mata pelajaran (setiap
hari).Seluruh warga sekolah (guru, tenaga kependidikan, siswa) juga diwajibkan
untuk memanfaatkan waktu sebelum memulai hari pembelajaran pada hari-hari
tertentu untuk kegiatan olah fisik seperti senam kesegaran jasmani, dilaksanakan
secara berkala dan rutin, sekurang-kurangnya satu kali dalam seminggu.
Contoh
pembiasaan umum yang dapat diterapkan di sekolah antara lain: (a) peserta didik
membiasakan diri untuk memiliki tabungan dalam berbagai bentuk (rekening bank,
celengan, dan lainnya); (b) membangun budaya bertanya dan melatih peserta didik
mengajukan pertanyaan kritis dan membiasakan siswa mengangkat tangan sebagai
isyarat akan mengajukan pertanyaan; serta (c) membiasakan setiap peserta didik
untuk selalu berlatih menjadi pemimpin dengan cara memberikan kesempatan pada
setiap siswa tanpa kecuali, untuk memimpin secara bergilir dalam
kegiatan-kegiatan bersama/berkelompok;
Sedangkan
contoh pembiasaan periodic yang dapat diterapkan adalah siswa melakukan
kegiatan positif secara berkala sesuai dengan potensi dirinya.
7.
Pelibatan
Orangtua dan Masyarakat di Sekolah
Pendidikan
adalah tanggung jawab bersama. Karena itu, sekolah hendaknya melibatkan orangtua
dan masyarakat dalam proses belajar. Keterlibatan ini diharapkan akan berbuah dukungan
dalam berbagai bentuk dari orangtua dan masyarakat.
Kegiatan
yang wajib dilakukan adalah mengadakan pameran karya siswa pada setiap akhir
tahun ajaran dengan mengundang orangtua dan masyarakat untuk memberi apresiasi
pada siswa.
Contoh
pembiasaan umum yang dapat diterapkan adalah orangtua membiasakan untuk
menyediakan waktu 20 menit setiap malam untuk bercengkerama dengan anak
mengenai kegiatan di sekolah. Sedangkan contoh-contoh pembiasaan periodic yang
dapat diterapkan adalah: (a) masyarakat bekerja sama dengan sekolah untuk
mengakomodasi kegiatan kerelawanan oleh peserta didik dalam memecahkan
masalah-masalah yang ada di lingkungan sekitar sekolah dan (b) masyarakat dari
berbagai profesi terlibat berbagi ilmu dan pengalaman kepada siswa di dalam
sekolah.
Sedangkan dalam Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter
pasal 3, penguatan pendidikan karakter dilaksanakan dengan menerapkan
nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter terutama meliputi nilai-nilai
religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif mandiri, demokratis,
rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif,
cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggungiawab.
Selain itu, dalam
pendidikan karakter tetap terfokus pada komponen-komponen pembentuk karakter
yang baik. Menurut Kemendikbud (2011) Komponen karakter yang baik adalah
sebagai berikut:
1.
Pengetahuan
moral
a. Kesadaran Moral
Kegagalan
moral yang sering terjadi pada diri manusia
dalam semua tingkatan usia adalah kebutaan moral; kondisi dimana orang
tak mampu melihat bahwa situasi yang sedang ia hadapi melibatkan masalah moral
dan membutuhkan pertimbangan lebih jauh. Contohnya john adalah anak yang pandai
dan dipercaya oleh gurunya.
Pada saat acara
perjalanan wisata sekolah, guru memberi izin
khusus untuk pergi tanpa pengawalan bersama temannya untuk pergi makan malam.
Namun mereka
malah memesan sebotol
anggur. Sebuah tindakan yang melanggar kebijakan sekolah yang menyebutkan
“minuman beralkohol tidak diperkenankan dalam perjalanan wisata sekolah” dan
semua siswa sudah mengetahui semua peraturan ini. Ketika guru mereka mengetahui
pelanggaran ini, sang guru secara pribadi merasa dihianati oleh perilaku para
siswa tersebut. Dan, ketika mereka kembali kesekolah dari perjalanan tersebut,
kepala sekolah memberikan hukuman skorsing selama 5 hari pada siswa tersebut.
Anak-anak
harus mengetahui bahwa tanggung jawab moral pertama mereka adalah menggunakan
akal mereka untuk melihat kapan sebuah situasi membutuhkan penilaian moral kemudian
memikirkan dengan cermat pertimbangan apakah yang benar untuk tindakan
tersebut. Pendidikan nilai dapat melakukan tugas dengan mengajarkan siswa cara
memastikan fakta terlebih dahulu sebelum membuat sebuah pertimbangan moral.
b. Mengetahui nilai-nilai moral
Nilai moral seperti menghormati
kehidupan dan kemerdekaan. Bertanggung jawab terhadap orang lain, kejujuran,
keadilan, toleransi, sopan santun, disiplin diri, integritas, belas kasih,
kedermawanan, dan keberanian adalah faktor penentu dalam membentuk pribadi yang
baik. Jika disatukan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Melek etis
menuntut adanya pengetahuan terhadap semua nilai. Mengetahui semua nilai moral
berartimemahami bagaimana menerapkannya dalam berbagai situasi. Apa artinya
“tanggung jawab”, apa yang dikatakan “sikap hormat” . hal ini jelas mengatakan
pada kita bahwa sebagian pekerjaan pendidikan moral sebetulnya adalah
“menerjemahkan” membantu anak-anak dan remaja menerjemahkan nilai-nilai abstrak
yang terkandung dalam sikap hormat dan bertanggung jawab kedalam perilaku moral
konkret dalam hubungan pribadi mereka.
c. Pengambilan perspektif
Pengambilan perspektif adalah kemampuan
untuk mengambil sudut pandang oang lain, melihat situasi dari sudut pandang
orang lain, membayangkan bagaimana mereka akan berpikir, bereaksi, dan merasa.
Ini adalah prasyarat bagi pertimbangan moral: kita tidak dapat menghormati
orang dengan baik dan bertindak dengan adil terhadap mereka jika kita tidak
memahami mereka. Tujuan mendasar dari pendidikan moral seharusnya adalah
membantu siswa untuk merasakan dunia dari sudut pandang orang lain, khusunya
mereka yang berbeda dengan dirinya.
d. Penalaran moral
Penalaran moral adalah memahami makna
sebagai orang yang bermoral dan mengapa kita harus bermoral. Seiring
berjalannya penalaran moral anak-anak dan riset menunjukan pada kita bahwa
pekembangan terjadi secara bertahap.
Mereka akan mempelajari mana yang termasuk sebagai nalar moral dan mana
yang tidak ketika mereka melakukan sesuatu. Pada tingkat tertinggi penalaran
moral juga melibatkan pemahaman beberapa prinsip moral klasik.
e. Membuat keputusan `
Mampu memikirkan langkah yang mungkin
akan diambil seseorang yang sedang menghadapi persoalan moral disebut sebagai
keterampilan pengambilan keputusan efektif. Pendekatan pengambilan keputusan
dengan cara mengajukan pertanyaan “apa saja pilihanku”, “apa saja
konsekuensinya” telah diajarkan bahkan sejak usia pra TK.
f. Memahami diri sendiri
Memahami diri sendiri merupakan
pengetahuan moral yang paling sulit untuk dikuasai, tetapi penting bagi
pengembangan karakter. Membangun pemahaman diri berarti sadar terhadap kekuatan
dan kelemahan karakter kita dan mengetahui cara untuk memperbaiki kelemahan
tersebut. Kesadaran moral, pengetahuan terhadap nilai-nilai moral, pengambilan
perspektif, penalaran moral, dan memahami diri sendiri semua ini merupakan
kualitas pikiran yang membentuk pengetahuan moral.
2.
Perasaan
Moral
a. Hati nurani
Hati nurani memiliki dua sisi, yaitu
sisi kognitif dan sisi emosional. Sisi kognitif menuntun kita dalam hal yang
benar, sedangkan emosional menuntun kita merasa berkewajiban untuk melakukan
hal yang benar. Banyak orang yang mengetahui hal yang benar tetapi merasa tidak
berkewajiban berbuat sesuai dengan pengetahuanya tersebut.
b. Penghargaan diri
Jika kita memiliki penghargaan diri yang
sehat, kita dapat menghargai diri sendiri. Dan jika kita menghargai diri
sendiri maka kita akan menghormati diri sendiri. Dengan demikian kecil
kemungkinan bagi kita untuk merusak tubuh atau pikiran kita atau membiarkan
orang lain merusaknya.
c. Empati
Empati adalah kemampuan mengenali, atau
merasakan, keadaan yang tengah dialami orang lain. Empati memungkinkan kita
keluar dari kulit kita ke kulit orang lain. Empati merupakan sisi emosional
dari pengambilan perspektif.
d. Mencintai kebaikan
Jika orang mencintai kebaikan, mereka
akan merasa senang melakukan kebaikan. Cinta akan melahirkan hasrat, bukan
hanya kewajiban. Potensi ini dapat dikembangkan melalui program-program seperti
pengajaran oleh teman dan pelayan masyarakat disekolah di negeri ini.
e.
Kontrol
diri
Emosi dapat menghanyutkan akal itulah
mengapa kontrol diri merupakan pekerti moral yang penting. Kontrol diri juga
penting untuk mengekang keterlenaan diri.
f.
Kerendahan
hati
Kerendahan hati merupakan pekerti moral
yang kerap diabaikan, kerendahan hati adalah bagian dari pemahaman diri suatu
bentuk keterbukaan murni tehadap kebenaran sekaligus kehendak untuk berbuat
sesuatu demi memperbaiki kegagalan kita.
3.
Aksi
Moral
a. Kompetensi
Kompetensi moral adalah kemampuan
mengubah pertimbangan dan perasaan moral kedalam tindakan moral yang efektif,
untuk menyelesaikan sebuah konflik secara adil.
b.
Kehendak
Kehendak dibutuhkan untuk dapat menjaga
emosi agar tetap terkendali oleh akal. Juga dapat untuk melihat dan memikirkan
suatu keadaan melalui seluruh dimensi moral. Kehendak merupakan inti keberanian
moral.
c.
Kebiasaan
Kebiasaan merupakan faktor pembentuk
perilaku moral, dalam diri seseorang yang berkarakter baik dan tindakan moral
biasanya bekerja bersama-sama untuk saling mendukung.
C.
Tahapan
Pendidikan Karakter
Menurut
Mahmud (2012:38) karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing),
pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit), karakter tidak terbatas pada
pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu
mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih (menjadi
kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah
emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian diperlukan tiga komponen karakter
yang baik yaitu moral knowing
(pengetahuan tentang moral), moral
feeling (penguatan emosi), dan moral
action (perbuatan bemoral). Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau
warga sekolah lain yang terlibat dalam system pendidikan tersebut sekaligus dapat
memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebijakan.
Pengembangan
karakter dalam suatu sistem
pendidikan adalah keterkaitan antara komonen-komponen karakter yang mengandung
nilai-nilai perilaku, yang dapat dilakukan atau bertindak secara bertahap dan
saling berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan sikap atau
emosi yang kuat untuk melaksanakannya, baik tehadap Tuhan YME, dirinya, sesama,
lingkungan, bangsa dan Negara serta dunia intenasional.
Kebiasaan
berbuat baik tidak selalu menjamin bahwa manusia yang telah terbiasa tersebut
secara tidak sadar menghargai pentingnya nilai karakter. Karena mungkin saja
perbuatannya tersebut dilandasi oleh rasa takut untuk berbuat salah, bukan
karena tingginya penghargaan akan nilai itu. Misalnya ketika seseorang berbuat
jujur hal itu dilakukan karena dinilai oleh orang lain, bukan karena
keinginannya yang tulus untuk menghargai nilai kejujuran itu sendiri.
Oleh
karena itu Purwanto (2014:193) menyatakan,dalam pendidikan karakter diperlukan
juga aspek perasaan. Komponen ini dalam pendidikan karakter disebut juga “desiring the good” atau keinginan untuk
berbuat kebaikan. Pendidikan karakter yang baik dengan demikian harus
melibatkan bukan saja aspek “knowing the
good”, tetapi juga “desiring the good”
atau “loving the good”, dan “acting the good”. Tanpa itu semua
manusia akan sama seperti robot yang terindoktrinasi oleh sesuatu paham, dengan
demikian jelas bahwa karakter dikembangkan melalui tiga langkah, yakni
mengembangkan moral knowing, moral feeling, dan moral action. Dengan kata lain, makin lengkap komponen moral
dimiliki manusia, maka akan makin membentuk karakter yang baik atau unggul.
D.
Berbagai
Implementasi Pendidikan Karakter
1.
Implementasi
pendidikan karakter secara terintegrasi dalam pembelajaran
Sebagaimana dinyatakan dalam buku paduan
pendidikan karakter yang dikeluarkan oleh Kemendiknas (2010) bahwa yang
dimaksud dengan pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam proses
pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitas diperolehnya kasadaran
akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah
laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang
berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Dengan
demikian, kegiatan selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi
(materi) yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan
peserta didik mengenal,menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan
menjadikannya perilaku.
Tafsir (2009:85)menyebutkan bahwa proses
pengintegrasian pendidikan agama (karakter) dalam pembelajaran bisa dilakukan
dengan beberapa cara, diantaranya; (1) pegintegrasian meteri pembelajaran; (2)
pengintegrasian proses; (3) pengintegrasian dalam memilih bahan ajar, dan (4)
pengintegrasian dalam memilih media pembelajaran.
Pengintegrasian materi maksudnya adalahmengintegrasikan
konsep atau ajaran agama (karakter) ke dalam materi (teori, konsep) yang sedang
diajarkan. Misalnya guru matematika sedang mengajarkan tentang perkalian dan
pertambahan, maka nilai-nilai agama (karakter)yang disampaikan kepada siswa
adalah kejujuran, kebenaran, dan lain sebagainya. Atau misalnya guru IPA
mengajarkan tentang kehidupan alam raya, maka nilai-nilai yang diajarkan adalah
kepedulian, keindahan dan lain sebagainya.
Pengintegrasian dalam proses
pembelajaran maksudnya bahwa guru perlu menanamkan nilai-nilai dalam proses
pembelajaran dengan cara memberikan teladan kepada peserta didik dengan
nilai-nilai karakter tersebut. Pengintegrasian dalam memilih bahan ajar.
Misalnya guru ilmu pengetahuan alam memilih materi-materi bahan ajar yang
mencantumkan nilai-nilai ajaran islam sehingga siswa dapat meneladaninya.
Dalam memilih media pembelajaran, kita
dapat mengintegrasikan nilai-nilai. Ketika guru memilih media pembelajaran
tentang miniature masjid dari pada memilih miniatur rumah. Misalnya ketika guru
matematika mengajarkan tentang penambahan satu masjid jadi dua masjid. Dan ini
akan lebih efektif mengenalkan masjid kepada para siswa.
2.
Implementasi
pendidikan karakter yang terintegrasi dalam kegiatan kesiswaan
Beberapa kegiatan pembinaan kesiswaan
dalam rangka implementasi pendidikan karakter di sekolah mencakup; masa
orientasi peserta didik (MOPDB) atau masa orientasi siswa (MOS); pembinaan
keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; Organisasi Siswa Intra
Sekolah (OSIS); kepramukaan, penegakan disiplin dan tata tertib sekolah;
upacara bendera; pendidikan pencegahan penyalahgunaan narkoba (P3N) dan
pembiaan bakat minat.
a.
Masa
orientasi peserta didik
Hari
hari pertama masuk sekolah merupakan bagian dari hari efektif belajar yang
perlu diarahkan dan diisi kegiatan yang bermanfaat, namun tetap dalam suasana
gembira dan menyenangkan serta bernilai positif bagi segenap warga sekolah.
Kegiatan tersebut biasa dikenal dengan nama Masa Orientasi Sekolah (MOS).
Tujuan
umum kegiatan Masa Orientasi siswa adalah agar para siswa baru lebih mengenal
kehidupan lingkungan sekolah, dapat segera menyatu dengan warga sekolah,
mengetahui hak dan kewajiban sebagai warga sekolah, sehingga siswa lebih cepat
beradaptasi dengan kegiatan belajar mengajar, serta mampu berperan aktif dan
bertanggung jawab dalam kehidupan di sekolah.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti
dijelaskan bahwa:
i.
PBP
dilaksanakan sejak hari pertama masuk sekolah untuk jenjang sekolah dasar atau sejak hari pertama masuk sekolah pada MOPDB untuk
jenjang sekolah menengah pertama,
sekolah menengah atas,
sekolah menengah kejuruan, dan sekolah pada jalur pendidikan khusus.
ii.
PBP
dilaksanakan melalui kegiatan pada MOPDB, pembiasaan, interaksi dan komunikasi,
serta
kegiatan saat kelulusan sebagaimana tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
iii.
PBP
dilaksanakan: (a) dalam
bentuk kegiatan umum, harian, mingguan, bulanan, tengah tahunan, dan/atau tahunan; (b) melalui interaksi dan komunikasi antara
sekolah, keluarga, dan/atau
masyarakat.
iv.
Pelaksanaan
PBP yang melibatkan pihak terkait di luar sekolah disesuaikan dengan kondisi
sekolah dan mengikuti
Peraturan Menteri ini.
Adapun
nilai-nilai karakter yang dapat dibina melalui kegiatan Masa Orientasi Siswa
diantaranya adalah percaya diri, patuh pada aturan-aturan sosial, disiplin,
bertanggungjawab, cinta ilmu, santun, sadar akan hak dan kewajiban diri dan
orang lain (Kemendiknas,2010)
b.
Pembinaan
keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME
Melalui
proses pendidikan, setiap warga negara Indonesia dibina dan ditingkatkan
keimanan dan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulianya.
Dengan demikian meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan berakhlak mulia, sebagai
salah satu unsur tujuan pendidikan nasional mempunyai makna dalam pembentukan
manusia Indonesia seutuhnya yang kita dambakan.
Upaya
pendidikan dalam rangka pembagunan manusia Indonesia seutuhnya, memberikan makna
perlunya pengembangan seluruh dimensi aspek kepribadian secara serasi, selaras,
dan seimbang. Konsep manusia seutuhnya harus dipandang memiliki unsur jasad,
akal, dan kalbu serta aspek kehidupan sebagai makhluk individu, sosial, susila,
dan agama. Kesemuanya harus berada dalam kesatuan integralistik yang bulat.
Pendidikan agama perlu diarahkan untuk mengembangkan iman, akhlak, hati nurani,
budi pekerti serta aspek kecerdasan dan keterampilan sehingga terwujud
keseimbangan. Dengan demikian, pendidikan agama secara langsung akan mampu
memberikan kontribusi terhadap seluruh dimensi perkembangan manusia.
Contoh
kegiatan pembinaan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan Permendiknas Nomor 39 Tahun 2008 adalah :
i.
Melaksanakan
peribadatan sesuai dengan ketentuan agama masing-masing
ii.
Memperingati
hari-hari besar keagamaan
iii.
Melaksanakan
perbuatan alamiah sesuai dengan norma agama
iv.
Membina
toleransi kehidupan antar umat beragama
v.
Mengadakan
kegiatan lomba yang bernuansa keagamaan
vi.
Mengembangkan
dan menberdayakan kegiatan keagamaan di sekolah.
Adapun nilai karakter yang dibentuk
dengan berbagai contoh kegiatan di atas adalah nilai “religious” (misalnya
iman, takwa, tawakal, sabar, ikhlas)
c.
Organisasi
siswa intra sekolah
Organisasi
siswa intra sekolah adalah satu-satunya organisasi siswa yang ada di sekolah.
OSIS di suatu sekolah tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan OSIS di
sekolah lain dan tidak menjadi bagian/alat dari organisasi lain yang ada di
luar sekolah. OSIS sebagai suatu sistem merupakan tempat siswa bekerjasama
untuk mencapai tujuan bersama. OSIS juga sebagai kumpulan siswa yang mengadakan
koordinasi dalam upaya menciptakan suatu organisasi untuk mencapai tujuan.
Sebagai salah
satu upaya pembinaan kesiswaan, OSIS berperan sebagai wadah,
penggerak/motivator, dan bersifat preventif.
i.
Sebagai
wadah bagi kegiatan siswa
ii.
Sebagai
penggerak/motivator
iii.
Peranan
yang bersifat preventif
Beberapa nilai karakter yang dapat
dikembangkan melalui kegiatan OSIS ini antara lain percaya diri, kerjasama,
kreatif dan inovatif, mandiri, bertanggung jawab, disiplin, demokratis, berjiwa
wirausaha
d.
Kepramukaan
Kepramukaan
merupakan proses pendidikan di luar lingkungan sekolah dan di luar lingkungan
keluarga dalam bentuk kegiatan menarik, menyenangkan, sehat, teratur, terarah,
praktis yang dilakukan di alam terbuka yang sasaran akhirnya adalah untuk
pembentukan watak, akhlak dan budi pekerti luhur.
Tujuan pembinaan
kegiatan pembinaan kesiswaan di bidang kepramukaan di sekolah adalah untuk
menunjang kegiatan belajar mengajar, khususnya dalam pembentukan watak dan
kepribadian siswa.
Diantara
kegiatan pendidikan karakter yang dapat dilaksanakan melalui kegiatan
kepramukaan ini adalah:
i.
Menumbuhkembangkan
kesadaran untuk rela berkorban terhadap sesama
ii.
Melaksanakan
kegiatan 7 K (keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, kekeluargaan,
kedamaian dan kerindangan)
iii.
Mengunjungi
dan mempelajari tempat-tempat bernilai sejarah
iv.
Mempelajari
dan meneruskan nilai-nilai luhur, kepeloporan, dan semangat perjuangan para
pahalawan.
v.
Melaksanakan
kegiatan bela negara
vi.
Menjaga
dan menghormati simbol-simbol dan lambang-lambang negara
Nilai-nilai karakter yang dapat dibina
melalui kegiatan-kegiatan di atas adalah demokratis, percaya diri, patuh pada
aturan-aturan sosial, menghargai keberagaman, mandiri , bekerja keras,
disiplin, bertanggung jawab
e.
Upacara
bendera
Kegiatan
upacara bendera merupakan salah satu upaya pendidikan yang dapat mencakup
pencapaian berbagai tujuan pendidikan. Sikap disiplin, kesegaran jasmani dan
rohani, keterampilan gerak, keterampilan memimpin dan pengembangan sifat
bersedia dipimpin adalah merupakan hal-hal yang dapat diperoleh melalui
kegiatan upacara bendera.
Melalui upacara
bendera diharapkan dapat mempertebal semangat kebangsaan, cinta tanah air,
patriotisme dan idealisme serta meningkatkan peran serta siswa dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Diantara kegiatan
pendidikan karakter yang dapat dilaksanakan melalui kegiatan upacara bendera
adalah:
i.
Melaksanakan
upacara bendera pada hari Senin dan hari Sabtu, serta hari-hari besar nasional
ii.
Menyanyikan
lagu-lagu nasional
iii.
Mengheningkan
cipta dan mendoakan para pahlawan yang telah meninggal dunia
iv.
Mendengarkan
riwayat singkat para pahlawan
f.
Pembinaan
Bakat dan Minat
Sebagian
peseta didik mempunyai bakat dan minat yang luar biasa akan tetapi belum
diketahui potensinya itu oleh sekolah. Mereka tidak diketahui bakat dan
minatnya secara dini dan optimal karena tidak ada wahana yang data digunakan
untuk memunculkan bakat dan minat itu di sekolah. Oleh karena itu, salah satu
tugas yang dapat dilakukan sekolah mencari dan memupuk para peserta didik yang
mempunyai bakat dan minat di bidang tertentu untuk dapat berkembang secara
optimal sehingga menjadi aset yang dapat dibanggakan oleh sekolah dan bahkan
oleh Negara dan bangsa. Pembinaan bakat dan minat peserta didik diharapkan
dapat juga mendidik karakter peserta didik sehingga dapat menjadi manusia yang
utuh.
Kegiatan yang dapat dilaksanakan sekolah
dalam angka membina bakat dan minat peseta didik adalah kegiatan
ekstrakulikuler sepeti:
1.
Olah
raga (sepak bola , bola voli, bulu tangkis, tenis meja, dan lain-lain),
2.
Keagamaan
(baca tulis Al Quran, kajian hadis, ibadah, dan lain-lain),
3.
Seni
budaya (menari, menyanyi, melukis, teater),
4.
KIR,
5.
Palang
Merah Remaja (PMR),
6.
Pasukan
Pengibar Bendera Pusaka (PASKIBRAKA)
7.
Pameran,
lokakarya,
8.
Kesehatan,
dan lain-lainnya.
Kegiatan
dan kompetisi di bidang sains dapat membina karakter cinta ilmu, ingin tau, berpikir
logis, kritis, kreatif, dan inovatif, menghagai karya dan prestasi orang lain.
Kegiatan
dan kompetisi di bidang olahraga diharapkan dapat membina karakter bergaya
hidup sehat, disiplin, kerjasama, menghagai karya dan prestasi orang lain,
percaya diri. Kegiatan dan kompetisi di bidang seni adalah untuk membina karakter
menghargai karya dan pestasi orang lain, menghagai keberagaman, nasionalis,
pecaya diri. Sedangkan kegiatan dan kompetisi di bidang bahasa dapat mendidik
siswa untuk mempunyai karakter santun, menghargai karya dan prestasi orang
lain, menghagai keberagaman, nasionalis.
3.
Implementasi
pendidikan karakter yang terintegrasi dalam manajemen sekolah
Dalam rangka implementasi manajemen
sekolah yang berkarakter, sekolah diharapkan mampu melakukan perencanaan,
melaksanakan kegiatan, dan evaluasi terhadap tiap-tiap komponen pendidikan yang
di dalamnya memuat nilai-nilai karakter secara terintegrasi (terpadu). Pengertian
terpadu lebih menunjuk kepada pembinaan nilai-nilai karakter pada tiap komponen
pendidikan sesuai dengan ciri khas masing-masing sekolah. Sekolah dapat
melaksanakan pendidikan karakter yang terpadu dengan system pengelolaan sekolah
itu sendiri. Artinya, sekolah mampu merencanakan pendidikan yang menanamkan
nilai-nilai karakter, melaksanakan program dan kegiatan yang berkarakter, dan
melakukan pengendalian mutu sekolah secara berkarakter.
a.
Pengimplementasian
perilaku yang berkarakter teintegrasi dalam manajemen sekolah
i.
Sekolah
memfasilitasi “waktu dan kesempatan” untuk menjalankan ibadah sesuai keyakinan
dan agama sesuai dengan kondisi dan kemampuan sekolah, sehingga secara lahiriah
telah terjadi gerakan moral yang diwujudkan dalam perbuatan beribadah secara
nyata dan memungkinkan sekolah melaksanakan ibadah besama secara rutin setiap
hari.
ii.
Sekolah
menugaskan secara begilir kepada guru-guru untuk memimpin peribadatan sesuai
dengan keyakinan dan agama masing-masing pada kegiatan rutin, incidental, maupun
terprogram.
iii.
Sekolah
mengadakan kegiatan pembiasaan bagi para guru dan tenaga kependdikan lainnya
bahwa dalam setiap kegiatan pengembangan kompetensi lulusan adalah
tanggungjawab mereka yang tidak didasari semata-mata oleh materi.
iv.
Sekolah
memiliki perangkat instrument dan tim khusus yang mengawasi dan menilai secara
oposional tentang perilaku warga sekolah yang bekaitan dengan nilai-nilai
ketaatan kepada Tuhan YME, syukur, ikhlas, sabar, dan tawakal.
v.
Terdapat
sanksi moral dari sekolah, sanksi administrasi, dan sangat dimungkinkan sanksi
yuridis apabila terdapat warga sekolah yang tidak taat agama dan banyak
tuntutan yang berlebihan.
vi.
Sekolah
mengadakan pelatihan dan lomba-lomba pendalaman agama atau yang berkaitan
dengan nilai-nilai karakter.
vii. Terdapat upaya tertentu yang diciptakan
oleh kepala sekolah apabila terdapat penyimpangan, kesalahan, dan lainnya yang
dilakukan guru pada saat menjalankan tugasnya.
viii. Sekolah mengawasi dan menilai secara
proporsional perilaku warga sekolah dengan perangkat instrument dan tim khusus
pada saat warga sekolah melaksanakan tugas-tugasnya yang berkaitan dengan
nilai-nilai karakter.
b.
Implementasi
keterpaduan nilai-nilai karakter kemandirian, keterbukaan, akuntabilitas,
kerjasama, dan partisipasi dalam Manajemen berbasis Sekolah (MBS)
i.
Mandiri.
Dalam penyusunan RKS dan RKAS, pelaksanaan program evaluasi, sekolah diharapkan
mampu tanpa banyak ditentukan oleh pihak lain, tidak tergantung, tidak
menunggu, tidak mengharapkan, serta tidak hanya sekedar mencontoh atau meniru
dan mengambil dari pihak lain. Semua yang direncanakan oleh sekolah memang
sesuai kebutuhan sekolah dan atas dasar inisiasi sekolah tanpa melanggar
peraturan perundangan yang ada;
ii.
Bermitra
atau bekerjasama. Dalam menyusun KS dan RKAS, melaksanakan dan evaluasi program
dituntut adanya masukan-masukan atau sekaligus bantuan secara langsung dari para
pemangku kepetingan. Namun demikian, kemitraan dalam arti luas tetap menerima
dan memerlukan kerjasama dengan pihak lain;
iii.
Partisiaptif.
Makna partisipasi diantaranya adalah, dalam penyusunan RKS dan RKAS,
pelaksanaan program serta evaluasi kegiatan, stakeholder terlibat aktif, tercipta kondisi yang terbuka dan
demokratis, yaitu semua warga sekolah didorong untuk terlibat secara langsung
dalam penyusunan sampai evaluasi program dan kegiatan sehingga diharapkan dapat
meningkatkan mutu pendidikan.
iv.
Terbuka.
Setiap orang yang terkait dengan penyusunan RKS dan RKAS, pelaksanaan dan
evaluasi program/kegiatan sekolah dapat mengetahui proses dan hasil akhirnya
secara keseluruhan;
v.
Akuntabel.
Sekolah berkewajiban mempertanggungjawabkan proses dan hasil penyusunan RKS dan
RKAS, pelaksanaan, evaluasi, dan hasil-hasil pogram sekolah kepada pihak-pihak
terkait atau public yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan
atau pertanggungjawaban.
c.
Implementasi
pengelolaan lingkungan dan pembudayaan nilai-nilai karakter di sekolah
Sekolah
diharapkan mampu menciptakan suasana sekolah yang kondusif untuk mewujudkan
nilai-nilai karakter dalam tindakan sehari-hari di sekolah. Kepala sekolah,
guru, karyawan dan tenaga kependidikan lainnya mampu menjadi contoh para siswa
dan warga sekolah. Dengan demikian, nilai-nilai karakter dapat diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari di sekolah oleh semua warga sekolah sebagai suatu
kebiasaan (habituasi)
Di
lingkungan sekolah guru mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam
menciptakan habituasi nilai-nilai karakter tersebut. Perilaku guru akan memberi
warna terhadap watak peserta didik, diantaranya dengan cara: menciptakan
kondisi kelas/sekolah yang mencerminkan nilai-nilai keberagaman, kemandirian,
dan kesusilaan.
4.
Implementasi
Pendidikan Karakter yang Terintegrasi pada Keluarga
Peran
keluarga sangat penting dalam pendidikan anak, utamanya pada pendidikan
karakter anak. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama.
Anak pada awal mendapatkan pendidikan dimulai dari keluarga. Sehingga karakter
yang harus dimiliki anak sejak dini bersumber dari keluarga atau didikan orang
tua.
Pokok-pokok
pendidikan yang harus diberikan kepada anak, sedikitnya meliputi: 1)
pendidikan akidah; 2) pendidikan kesehatan; 3) pendidikan akhlak; 4)
pendidikan ekonomi; dan 5) pendidikan. Pokok-pokok pendidikan nilai yang akan
ditanamkan dalam setiap keluarga tentu berbeda antara yang satu dengan yang
lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain harapan orang
tua dan tujuan orang tua membesarkan anak-anaknya.
Selain
itu nilai-nilai karakter yang dapat ditanamkan keluarga dalam penerapan
pendidikan anak menurut
Sukiyani dan Zamroni (2014) antara lain:
a.
Kejujuran,
keluarga dapat memberikan kepercayaan
dan saling terbuka dalam keluarga.
b.
Religius,
orang tua wajib membiasakan anak untuk melaksanakan sholat dan mengaji dengan
tuntunan dari orang tua itu sendiri.
c.
Demokratis,
orang tua dapat melibatkan anak dalam mengambil keputusan keluarga.
d.
Komunikatif,
orang tua seharusnya menempatkan diri sebagai sahabat anak sehingga anak bisa
sering mengobrol dan terbuka.
e.
Disiplin,
orang tua dapat sedikit memberikan hukuman anak jika tidak melaksanakan sholat
tepat waktu atau membiasakan untuk bangun pagi.
f.
Kerja
keras, orang tua memberi contoh dan mengajak anak untuk ikut mengerjakan,
pembagian tugas, melibatkan anak dalam usaha dan pekerjaanya mencari nafkah.
g.
Tanggung
jawab, anak diberi tanggung jawab mengerjakan tugas rumah. Atau anak diberi
uang saku setiap satu minggu atau satu bulan sekali sehingga dia akan berusaha
mengoptimalkan uangnya dengan baik.
h.
Rendah
hati, orang
tua harus selalu menasehati dan memberi contoh
i.
Kemandirian,
sesekali anak diberikan tugas yang menuntut anak tersebut mengerjakan dengan
sendirinya.
j.
Empati,
orang tua mengajak anak memberikan bantuan kepada orang lain atau dapat
mengajaknya mengikuti kegiatan kampung seperti kerja bakti.
Sukiyani dan Zamroni (2014)
juga mengungkapkan bahwa dalam proses pendidikan karakter dalam keluarga juga
memiliki kendala prosesnya. Kendala-kendala tersebut antara lain:
a.
Kondisi
perkawinan orang tua yang tidak harmonis
Penulis
menemukan, anak-anak yang ber asal dari keluarga yang kondisi perkawinan orang
tuanya tidak harmonis menunjukkan perilaku yang beragam. Kepribadian dan
temperamen memainkan peran dalam penyesuaian anak-anak dari keluarga bercerai.
Orang tua harus memiliki hubungan hangat, sebab semua kenyataan itu menggambarkan
betapa pentingnya hubungan hangat suami-istri dan hubungan orang tua dengan
anak dalam kehidupan keluarga.
b.
Hubungan
orang tua dan anak yang tidak dekat
Orang
tua yang dekat dengan anak-anaknya akan lebih mudah mendidik, sedangkan orang
tua yang kurang dekat dengan anak-anaknya akan mengalami kesulitan dalam
mendidik anak. Kedekatan ini, maksudnya dekat secara fisik maupun emosional.
Beberapa aspek penting dari hubu ngan orang tua dan anak yang berkontribusi
terhadap perkembangan moral anak adalah kaualitas hubungan, disiplin orang tua,
strategi proaktif, dan dialog konversasional.
c.
Pengasuhan
yang kurang baik
Pengasuhan
memang bukan satu-satunya faktor utama keberhasilan orang tua dalam mendidik
anak. Namun pengasuhan sa ngat mendukung pola didik orang tua dalam membesarkan
anak-anak mereka.
d.
Kondisi
sosial ekonomi yang kurang
Kondisi
sosial ekonomi keluarga berperan penting dalam pola pikir orang tua dalam
menerapkan pola asuh bagi anak-anaknya. Pola pikir orang tua ini dipengaruhi
oleh banyak faktor. Latar belakang pendidikan dan kondisi ekonomi hanya menyumbangkan
sedikit pengaruh dalam pola pikir orang tua. Namun yang berpengaruh utama dalam
pola pikir orang tua dalam mengasuh anaknya adalah harapan orang tua pada
anak-anaknya. Penulis menemukan terdapat keluarga miskin yang orang tuanya
tidak berpendidikan justru sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan karakter adalah bentuk
upaya dalam membentuk dan meningkatkan moral dan jiwa kepedulian peserta didik
untuk diterapkan dalam masyarakat luas sehingga terciptanya hubungan positif
antara hubungan manusia.
Banyak hal yang harus dibina demi terciptanya karakter
positif pada peserta didik. Dalam lingkup luas, karakter positif itu bisa kita
bedakan menjadi tiga, yaitu: pengetahuan moral, perasaan moral, dan aksi moral.Karena
pendidikan karakter bukan tentang pengetahuan saja, tapi bagaimana mereka bisa
menempatkan pengetahuan tersebut kedalam emosi seseorang maupun diri sendiri
sehingga menghasilkan aksi moral yang positif.
Dalam mencapai dan memahami ketiga hal tersebut, tentunya
kita harus melalui beberapa tahapan. Yang pertama tentu saja kita harus
memiliki pengetahuan tentang ketiga hal tesebut. Bagaimanapun pengetahuan
terhadap suatu hal adalah penting untuk menentukan bagaimana kita menyikapi hal
tersebut. Namun dalam pendidikan karakter kita tidak hanya dituntut untuk
memiliki pegetahuan yang luas saja, namun kita juga harus memraktekkannya ke
dalam kehidupan nyata. Bagaimana kita bisa menyikapi dengan positif tentang
masalah-masalah di masyarakat. Itu menjadi tujuan utama dari pendidikan
karakter. Namun dalam mencapai target utama dari pendidikan karakter tidak
berhenti pada pengetahuan dan tindakan saja, namun semua itu harus dilakukan
secara kontinuitas. Dalam arti lain, tindakan-tindakan yang menunjukkan
karakter positif itu harus menjadi kebiasaan seseorang. Sehingga
tahapan-tahapan pendidikan karakter itu dapat menghasilkan karakter peserta
didik yang unggul.
Berbicara masalah implementasi pendidikan karakter di
sekolah, sebenarnya sekolah-sekolah telah melaksanakan dan memiliki cara-cara
tersendiri yang dimasukkan ke dalam komponen-komponen sekolah. Seperti implementasi
dalam pembelajaan, imlementasi dalam manajemen sekolah, dan implementasi dalam
pembinaan kesiswaan. Semua itu dimaksimalkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan
yang dapat membentuk karakter peserta didik maupun warga sekolah lainnya
menjadi lebih unggul.
Daftar Rujukan
Elkind, D and
Freedy Sweet. 2004. How to Do Character
Education. San Fransisco: Live Wie Media
Kementrian
Pendidikan Nasional. 2010. Pengembangan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi
Pembelajaan Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan
Kaakter Bangsa. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional
Kementrian
Pendidikan Nasional. 2011. Panduan
Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Elektronik Book, (Online), diakses 10
November 2017
Lickona, T.,
Eric Schaps, and Catherine Lewis. 2010. 11
Principals of Effective Character Education. Washington: Character
Education Partnership
Mahmud. 2012. Pendidikan Karakter. Bandung: Alfabeta
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Peketi. Buku Elektronik
(online), http://www.inimadrasah.com/2016/03/permendikbud-nomor232015-penumbuhan.html,
diakses 10 November 2011
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 tentang
Penguatan Pendidikan Karakter. Buku Elektronik (online), http://setkab.go.id/inilah-materi-pepres-no-87-tahun-2017-tentang-penguatan-pendidikan-karakter/,diakses
10 November 2017
Purwanto,
N. 2014. Pengantar Pendidikan.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Samani, M., dan Hariyanto.2014. Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Suryani, F. dan Zamroni. 2014.
Pendidikan Karakter dalam Lingkungan Keluarga. Jurnal SOCIA Ilmu-ilmu Sosial. 11(1),
57¯ 70.
Tafsir, A. 2009. Pendidikan Budi Pekerti. Bandung:
Maestro
Wibowo, A. 2013. Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
MAKALAH : PENDIDIKAN KARAKTER
Firman Budi
Selasa, 24 September 2019