Implementasi Teori Empirisme Pada Pembelajaran



Menurut kaum empiris, pengalaman belajar adalah hal yang terpenting karena merupakan sumber kebenaran. Terkait dengan pendidikan, penganut paham empirisme menyatakan bahwa kurikulum sekolah harus mengacu pada pengajaran bahasa, unsur-unsur logika, sains, dan matematika. Pendidik yang menggunakan paham ini selalu mengupayakan anak didiknya membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman mereka sendiri. Adanya pengembangan sikap dan penghargaan, cara berfikir, ketrampilan, pengetahuan dan pengertian, serta penggunaan pengetahuan tersebut bagi kepentingan hidup merupakan metode yang dapat dilakukan pendidik yang menggunakan paham empirisme. Hal ini sesuai dengan pemikiran dari empirisme itu sendiri bahwa anak merupakan kertas kosong yang belum ditulisi atau biasa dikenal dengan istilah “tabularasa”. Oleh karena itu, anak butuh ditulisi oleh orang dewasa. Dilain sisi, paham empirisme menyatakan bahwa anak belajar bukan dari buku atau gurunya secara langsung, melainkan dari pengalaman belajarnya. Dengan demikian peran guru disini adalah sebagai fasilitator anak dalam menemukan pengalamannya. Guru dapat menggunakan metode pengajaran experiential learning sehingga anak akan menemukan pengalaman nyata.
Majid (2013:93) berpendapat bahwa experiential learning adalah suatu model proses belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalamannya secara langsung. Langkah pembelajaran model Experiential Learning adalah pengalaman konkret, pengamatan reflektif, konseptualisasi abstrak, dan percobaan aktif. Menurut Mulyasa dalam Munif dan Mosik (2009: 80) Pengalaman konkret adalah beragam kejadian yang telah dialami individu dalam kehidupan melalui apersepsi pada awal pembelajaran.  Pengamatan reflektif adalah ketika sebagian pengalaman dalam hidupnya dikonstruksikan secara sistematis melalui kegiatan percobaan. Konseptualisasi abstrak adalah ketika seorang individu menyadari yang sebenarnya terjadi. Sedangkan percobaan aktif adalah individu dapat mengaplikasikan generalisasi yang telah diperoleh ke dalam situasi yang sesungguhnya. Dalam metode experiential learning siswa diajak untuk memandang secara kritis kejadian yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan melakukan penelitian sederhana untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi kemudian menarik kesimpulan bersama.
Experiental learning merupakan pembelajaran yang akan menimbulkan pengalaman dari peserta didik itu sendiri. Salah satu pembelajaran yang cocok menggunakan metode ini adalah pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pembelajaran sains IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sesuatu sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Pembelajaran akan lebih bermakna apabila pembelajaran dirasakan terkait dengan kehidupan nyata siswa. Pada SD Negeri 01 Kalipucangkulon Jepara, metode experiental learning juga diterapkan dalam pembelajaran IPA. Pada awal pembelajaran, guru memberikan apersepsi yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Kemudian, siswa melakukan percobaan sederhana tentang materi cahaya dan sifatnya dalam rangka mengetahui yang sebenarnya terjadi. Setelah itu, siswa dibimbing untuk menarik simpulan melalui kegiatan diskusi kelas. Sebagai langkah terakhir, simpulan ini digunakan sebagai dasar dalam menjawab pertanyaan pada akhir pembelajaran tentang kejadian lain yang berkaitan. Dari tindakan guru yang seperti itu, peserta didik akan mendapatkan pengalaman belajar. Pengalaman belajar tersebut misalnya pengkondisian anak untuk melakukan percobaan, mengajukan pertanyaan dan menjawab sendiri, serta membandingkan penemuan yang dilakukan sendiri dengan penemuan yang dilakukan oleh temannya. Sehingga dengan penerapan metode experiential learning proses pembelajaran menjadi bersifat aktif.
Penerapan pembelajaran pada SD Negeri 01 Kalipucangkulon Jepara sejalan dengan aliran empirisme yang menekankan pada pengalaman belajar. Pembelajaran dengan menggunakan metode experiential learning memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dan berbicara dengan teman. Selama diskusi berlangsung guru membimbing siswa mengambil kesimpulan yang tepat. Jika siswa membuat kesalahan dalam kegiatan diskusi, maka guru akan segera memberikan arahan kepada siswa. Hal ini menunjukkan bahwa memang sebenarnya peran guru hanya mendampingi dan mengarahkan anak, bukan sepenuhnya memberikan pengetahuan kepada anak melainkan memberikan kesempatan anak untuk mendapatkan pengetahuan dari hasil pengalamannya. Dalam hal ini, implementasi dari empirisme dengan menggunakan metode experiential learning dianggap dapat meningkatkan prestasi siswa karena juga dapat meningkatkan rasa keingintahuan, minat dan ketekunan siswa sehingga akan menunjukkan hasil prestasi yang signifikan.


Daftar Rujukan
Majid, A. 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Munif, I. R. S. dan Mosik. 2009. Penerapan Metode Experiental Learning pada Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Fisika, 5, 79-82. Dari https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JPFI/article/view/1014/924. Diakses tanggal 5 April 2019


Tidak ada komentar